Bermasalah Jiwa? – FREYA

Aku terbangun dengan cahaya matahari menembus gorden kamarku. Jam dinding menunjukkan kini sudah pukul 7:30. Aku ada kelas perdana pukul 9:00, sebaiknya aku segera bersiap-siap untuk berangkat lebih awal agar aku dapat mencari kelas yang akan digunakan. Aku masih sangat buta dengan denah kampus, maklum saja 2 semester kemarin aku masih belajar dirumah.

Oh iya, aku teringat kejadian semalam. Aku semalam tertidur di pelukan Zee. Kini aku bangun dan dia sudah menghilang, mungkin dia sudah kembali ke kamarnya tanpa membangunkan aku. Gara-gara mengingat kejadian kemarin, penisku langsung ereksi. Semalam aku tidak menggunakan celana ku lagi sehingga pagi ini aku dapat langsung melihat penisku pelan-pelan bangun. Sialan, aku langsung pergi ke kamar mandi untuk melepas nafsu ku pagi ini.

Selepas mandi aku segera bersiap-siap. Aku harus serapih mungkin. Ini hari pertamaku kuliah dan bertemu orang-orang, jadi aku harus memberikan impresi pertama yang baik. Dengan kemeja putih lengan panjang, celana panjang dan membawa jaket almamater ku, aku yakin ini aku akan terlihat rapi untuk hari pertamaku.

Saat aku turun dari kamarku, orang pertama yang melihatku adalah kak Indah. Dia menatapku tajam dan kemudian tertawa, aku tidak mengerti mengapa ia tertawa. Adakah yang salah dengan penampilanku?

“Kamu mau kemana pagi-pagi banget? Mana rapi banget kayak mau ngelamar kerja.” Tanya kak Indah.

“Mau ke kampus kak, ada kelas pagi.”

“Pagi banget ya? Gak sarapan dulu?” Kulihat kak Indah sudah menyiapkan sarapan untuk kami. Ah, lebih baik sarapan dulu. Aku tidak mau kelaparan di kelas.

Azizi dan Chika muncul dari kamar masing-masing dan segera duduk ke meja makan. Sepertinya ritual sarapan bersama adalah hal yang lumrah disini. Mereka adalah orang kedua dan ketiga yang melihatku pagi ini. Saat mereka melihatku, reaksi yang mereka berikan sama seperti kak Indah.

“Hahahaha, lo mau wawancara kerja dimana Dim? Rapi amat pagi-pagi gini.” Ucap Chika sambil tertawa terbahak-bahak.

“Gaya lo kenapa culun banget sih Dim? Lo mau wawancara kerja apa kuliah? Mending lo ganti baju deh. Chik, mending kita bantuin ini anak biar bagusan dikit.” Zee menimpali. Memang penampilan ku seculun itu ya?

“Mirip orang ujian skripsi gak sih Zi? Bakal diketawain lo awal semester udah ujian skripsi, hahaha.” Jawab Chika.

Selesai sarapan aku ditarik oleh Chika dan Zee kembali ke kamarku. Mereka langsung membuka koperku dan memeriksa semua pakaianku. Mereka terlihat kecewa dengan isi koperku.

“Baju lo gini-gini doang nih?” Kata Chika sambil mengambil kemeja lengan panjang ku yang jumlahnya banyak.

“Haduhh, kaos aja cuma segini Chik. Mau digimanain ini anak?” Tambah Zee.

Mereka menyuruhku melepas seluruh pakaianku. Awalnya aku menolak dengan alasan malu, kemudian Zee malah membocorkan apa yang kami lakukan semalam kepada Chika. Chika hanya tertawa mendengarnya.

“Lo kan udah liat badannya Zee semalem, sekarang gantian dong Zee yang liat badan lo.” Protes Chika.

Tak bisa berkutik, dengan pasrah aku melepaskan semua baju yang menempel di badanku. Menyisakan celana dalamku saja.

“Buset, itu kontol atau pentungan satpam?” Celetuk Chika saat melihat celana dalamku. Sontak aku menutupi selangkanganku dengan kedua tanganku.

“Gede banget Chik, mulut gue aja gak muat.” Zee ikut mengomentari ukuran penisku.

Chika terus menatap selangkanganku dengan ekspresi aneh. Aku pun membalikkan badan agar mereka berhenti memperhatikanku.

“Woii, ini aku harus gimana!!” Protes ku kepada mereka.

Mereka kembali memeriksa satu persatu kombinasi pakaian yang mereka suruh aku gunakan. Hingga akhirnya mereka menemukan kombinasi yang menurut mereka terbaik. Sebuah kemeja oversize dan celana jeans hitam. Sebenarnya aku tidak suka kombinasi ini karena menurutku kurang sopan, tapi menurut mereka kalau aku ingin wanita tertarik melihatku maka aku harus mengenakan outfit ini. Hey, aku ke kampus untuk belajar bukan untuk mencari pacar!


—​

Ini pertama kalinya aku menampakkan kaki di kampus ini, ternyata kampus ini lebih luas dari yang aku bayangkan. Dari parkiran motor ke gedung fakultas ku saja butuh 3 menit jalan kaki. Sesampainya disana aku seperti anak yang kehilangan orang tua nya. Aku bingung dimana kelas yang akan digunakan. Aku hanya celingak-celinguk saja di depan papan denah gedung.

“Halo bro, nyari kelas ya?” Seorang pria menepuk pundakku. Untung reflek ku sedang jelek hari ini.

“Iya nih, kelas 2-6 dimana ya?” Tanyaku.

“Waduh, gue juga lagi nyari kelas itu. Mata kuliah algoritma kan?” Jawabnya. Yes! Orang ini sekelas denganku.

“Iya, kita sekelas ya berarti. Oh iya, gue Dimas.” Kataku sambil mengenalkan diri ku.

“Gue Rian, kayaknya kita harus buruan deh. Udah jam 9 sekarang njirr.”

Kami pun berkeliling untuk mencari kelas 2-6. Papan denahnya sama sekali tidak membantu. Karena denah itu sudah sangat lawas. Ada gedung baru di fakultasku yang tidak ada di denah itu. Kami naik turun tangga dan berpindah-pindah gedung untuk mencari kelas itu. Akhirnya kami menemukan kelas yang dicari. Di depan kelas itu ada perempuan yang sepertinya juga terlambat.

“Kalian terlambat juga?” Tanya wanita itu.

“Menurut lo? kalau kita diluar gini artinya apa?” Jawab Rian sedikit ketus.

Wanita itu tidak membalas, hanya membentuk huruf “O” dengan mulutnya lalu tertawa. Sungguh aneh, namun wanita ini sungguh cantik. Aku tebak dia merupakan blasteran jepang atau korea.

Dosen yang mengajar sudah datang, kami bertiga diizinkan mengikuti perkuliahan karena masih pertemuan pertama. Kami bertiga duduk bersama di ujung kelas. Tidak ada ada pembicaraan selama kelas berlangsung. Kami sama-sama fokus mendengarkan penjelasan dosen.

Setelah kelas selesai, aku memutuskan untuk sedikit berkeliling untuk sedikit menghafal kelas-kelas yang akan kugunakan kedepannya. Rian dan wanita itu ikut denganku, aku baru ingat kalau belum sempat berkenalan dengan wanita itu.

“Nama aku Marsha, hehe.”

Namanya Marsha. Dia seorang pendatang dari luar pulau. Karena dia seorang pendatang dia belum memiliki teman disini. Aku dan Rian adalah teman pertamanya. Sedangkan Rian tinggal di kota ini, hanya saja teman-temannya tidak ada yang masuk ke universitas ini. Sehingga dia belum banyak memiliki teman.

Kami berkeliling hingga kami tidak tahu kami dimana karena sepanjang perjalanan kami hanya mengobrol. Ternyata aku nyambung ngobrol dengan mereka. Hingga akhirnya kami berpisah karena Rian ada jadwal kelas lagi, sedangkan aku dan Marsha tidak ada kelas lagi. Aku dan Marsha memutuskan membeli minuman di kantin. Sekaligus melanjutkan obrolan kami. Kami berbicara banyak hal, topik obrolan kami seolah mengalir begitu saja.

Satu hal yang aku suka dari Marsha adalah dia tidak malu-malu dan sangat interaktif. Selama kami mengobrol dia lebih banyak mendominasi pembicaraan, yang menurutku hal yang bagus. Satu hal unik yang daritadi aku perhatikan selama aku mendengar nya berbicara. Ia selalu menambahkan bunyi-bunyi aneh di akhir kalimatnya. Dan terkadang ia mengeluarkan bunyi-bunyian itu tiba-tiba, saat kami berdua sedang diam.

“Tungtungtungtung~” Ucap Marsha tiba-tiba.

“Hah? Kenapa Sha?”

“Wehehehe. Gak apa-apa,” jawabnya sambil terkekeh. Aku jadi ikut tertawa mendengarnya.

Kami memutuskan untuk berpisah, karena dia ada urusan lain di kampus. Aku juga ingin segera pulang karena lapar. Aku lupa membawa uang lebih jadinya aku hanya bisa membeli minum di sini.

—​

Suasana di kosan sangat sepi, bahkan kak Indah pun tidak ada. Seperti semuanya sedang keluar. Tapi makan siang sudah ada di meja makan. Karena sudah lapar aku langsung saja duduk di meja makan dan mengambil makanan yang sudah tersedia. Saat aku sedang makan, Freya keluar dari kamarnya. Aku menyapanya saat ia melewati ku. Dia hanya tersenyum lalu masuk ke dapur. Sungguh dingin, aku kembali fokus menghabiskan makananku.

“Dari kampus?” Tanya Freya, yang tiba-tiba berada di belakangku.

“Iya, kamu nggak?”

Dia hanya menggeleng kemudian duduk di sebelahku. Ia terus memperhatikan ku yang sedang makan dengan ekspresi yang datar. Hal itu membuatku tidak nyaman. Tiba-tiba dia mencubit pipiku dengan cukup keras.

“Aww! Kenapa sih Frey!?”

“Gak apa-apa,” jawabnya dengan ekspresi yang masih datar.

“Kamu suka ya sama aku?” Tanyaku dengan nada bercanda.

“Lo mirip banget sama mantan gue.”

“Hah? Aku mirip mantanmu?”

Dia mengangguk sambil tersenyum. Wanita ini sungguh aneh, aku curiga dia punya gangguan kejiwaan. Tangannya tiba-tiba meremas selangkanganku dengan keras. Sontak aku berteriak kesakitan. Ia membuka resleting celanaku dan menarik celana dalamnya, menyisakan penisku yang belum menegang.

“Bener kata Azizi, punya lo gede banget.” Ucap Freya sambil menggeleng. Dia mengocok penisku dengan tangannya yang sangat lembut. Tangannya yang mungil tidak mampu menggenggam penisku sepenuhnya, sehingga dia mengocok penisku dengan kedua tangannya.

“Pertama kalinya nih, gue ngocokin cowok pakai dua tangan. Kok bisa gede banget kontol lo?”

“Nghhh… nggak tau Frey… Udah dari sananya gini… Ouhhh… Freyy…” Jawabku. Aku sedikit kaget ketika ia mencoba melahap penisku dengan mulutnya yang mungil. Hanya setengah dari penisku yang bisa masuk kedalam mulutnya sebelum menabrak tenggorokannya.

“Hmmgggg… puahhh… gila mulut gue gak muat. Kayaknya rahang gue geser deh hahaha.”

Freya kembali memasukkan penisku ke mulutnya. Kali ini ia menggerakkan kepalanya maju mundur, lidahnya juga aktif memijat penisku dan sesekali menjilat lubang pipisku. Rasa hangat dan lembab menjadi satu menyelimuti penisku. Tiba-tiba mulutnya menghisap kuat-kuat penisku, seperti ingin memeras isi dari kantung zakar ku.

“OHHH… FREYAAA… Ouhhhhh…” Ini merupakan ejakulasi ternikmat yang pernah aku rasakan. Entah berapa kali aku mengeluarkan spermaku didalam mulutnya. Hitungan terakhirku sekitar 7 kali. Mulutnya yang mungil tidak mampu menampung semuanya. Terlihat ada yang mengalir keluar dari sisi-sisi mulutnya.

Freya mengeluarkan penisku, dalam sekali tegukan ia menelan semua spermaku yang ada di mulutnya. Penisku masih berkedut dan masih mengeluarkan cairannya sedikit demi sedikit.

“Sperma lo enak banget, manis dan gampang ditelen.” Ucap Freya sambil mengacungkan jempolnya.

“Lo pernah jilatin memek gak?” Tambahnya.

“Hah?! Jilatin memek? Belum.” Tentu saja belum pernah, aku hanya pernah melihatnya di film-film yang aku biasa tonton. Terlihat sedikit menjijikan bagiku, tapi tentu aku tidak akan menolaknya jika aku diberi kesempatan untuk melakukannya.

“Tapi lo pernah liat di film-film bokep kan?”

“Pernah.”

“Yaudah sini.” Freya naik keatas meja makan dan membuka celana kulot yang digunakan. Kemudian ia menyingkap celana g-string yang digunakan sehingga terlihat lah vagina yang cukup tembem dan sedikit berbulu miliknya. Kini wajahku berada di selangkangannya sehingga dapat tercium vaginanya sangat wangi. Perlahan aku mulai menjilat bibir kemaluannya. Lenguhan pelan keluar dari mulut Freya, saat lidahku mulai memasuki liang vaginanya lenguhan itu semakin keras.

“Ahhhh… Ouhhh Dim… AHHHNNN… Katanya lo bel-shhh… belom pernahh…”

Mulut dan lidahku menari-nari dengan bebas di vaginanya, seolah aku sudah biasa melakukan ini. Aku menjelajahi vaginanya dengan lidahku dan sedikit bantuan dari jari-jariku. Aku dapat merasakan vaginanya mulai berkedut dengan kencang. Kumainkan jariku di vaginanya karena insting ku berkata sebentar lagi ia akan keluar.

“NGHHH… DIMASSS AKU… AHHH GUE KELUARR…”

Benar saja, baru sebentar kumainkan jariku dia sudah squirt. Cairan cintanya keluar seperti air mancur. Tubuhnya terpelanting diatas meja dengan punggung yang membentuk huruf U terbalik. Matanya pun menyisakan putihnya saja. Sepertinya ia mengalami orgasme yang luar biasa. Untung saja mukaku sudah tidak disana, bisa-bisa aku cuci muka dengan cairan orgasme nya.

Freya tertidur diatas meja. Tubuhnya bergerak naik turun seirama dengan nafasnya yang masih tersengal-sengal. Setelah cukup lama, ia kemudian bangun dan duduk dipangkuanku. Aku belum menggunakan celanaku kembali, sehingga begitu dia duduk pahanya menjepit penisku yang masih ereksi. Tiba-tiba dia menciumku dengan cukup ganas, lidahnya memaksa untuk masuk ke dalam mulutku. Aku yang tidak siap sedikit tersedak dengan permainannya. Mulutku bekerja seolah aku sudah pernah melakukan ini sebelumnya. Aku berusaha mengimbangin permainannya yang sunggu liar. Freya sepertinya sangat menikmati permainan kami, saat kupegang vaginanya berkedut cukup keras.

“Kalau mau keluar bilang ya, gue pengen lagi minum peju lo.” Ucapnya sambil mengocok penisku. Tanganku juga ikut mengobok-obok vaginanya. Desahan kami berdua memenuhi rumah ini, untung saja semua orang sedang pergi.

“Shhh… lo bohong ya dim… nghhh… aslinya lo… jago… ahhh,” Tanyanya.

“Nggak frey, pacaran aja aku nggak pernah.”

“Terusshhh… ouhhh… kok lo bisa bikin gue keluar tadi?”

“Gak tau, reflek aja… ahhhh… kayaknya gue mau keluar frey…”

Dengan cepat Freya langsung berjongkok di depan penisku. Mulutnya langsung melahap penisku, hisapannya membuatku tak tahan dan akhirnya menumpahkan lagi spermaku didalam mulutnya. Entah berapa banyak yang aku keluarkan disana. Freya mengambil gelas bekas minumnya dan menumpahkan spermaku yang tadinya di mulutnya.

“Ya ampun banyak banget Dim, kalau sebanyak ini keluar di memek gue pasti langsung hamil nih.” Freya menunjukkan gelas yang setengahnya terisi spermaku. Tanpa ada rasa jijik dia meminum spermaku tanpa tersisa. Aku tidak menyangka dia lebih liar dari Zee. Kalau dilihat dari wajahnya, dialah yang paling terlihat polos diantara yang lain. Mungkin pepatah “jangan lihat buku dari sampulnya” bisa diberikan kepadanya.

Setelah meminum spermaku dia membawa gelas tersebut ke dapur untuk dicuci. Kemudian dia kembali ke kamarnya tanpa ada sepatah kata pun, dan tanpa menggunakan celananya kembali. Begitu saja, ini pertama kalinya aku melihat orang seaneh dia. Sepertinya dia bermasalah jiwa.

Related Posts

bahan coli

Magic Smartphone – Cicipin ARTIS

Apa Yang akan kamu lakukan jika mendapatkan kekuatan seperti menghentikan waktu alias time stop untuk menguasai dunia? Kalo aku akan menggunakannya untuk hal luar biasa, agar bisa…